Sebanyak
tiga perempat dari jumlah partikel debu yang mengelilingi atmosfer
kita berasal dari Afrika. Angin berembus dari timur ke barat melintasi
Gurun Sahara, menerbangkan kumpulan debu ke udara sampai Atlantik. Salah
satu efek positif dari debu Sahara adalah partikel-partikel debu itu
memengaruhi pembentukan badai di cekungan Atlantik.
Miturut
Geo Week dalam salah satu ulasannya, mengatakan meskipun belum
sepenuhnya yakin akan mekanisme yang terjadi, para ahli memastikan bahwa
embusan udara kering dari pesisir Afrika berujung pada pembentukan
badai-badai tropis di barat Atlantik. Akibatnya udara kering itu penuh
dengan partikel-partikel debu yang masuk ke dalam atmosfer ketika
melintasi Atlantik dan kemudian mengelilingi dunia. Akibatnya, belasan
badai debu memenuhi udara dalam setahun terakhir ini.
Dampaknya
angin tropis Atlantik merupakan yang terkering selama tiga dekade. Awal
tahun ini, para ilmuwan mempelajari pola terjadinya badai, memprediksi
musim badai aktif di Atlantik. Namun, peningkatan udara kering dari
Sahara menggagalkan prediksi itu karena fenomena yang ada justru
menenangkan calon badai.
Para
ilmuwan tidak yakin apakah kondisi semakin bertumbuknya debu merupakan
bagian dari siklus alamiah. Ataukah akibat sistem tekanan tinggi di
Sahara. Yang mana pun, hal itu membuat kita semakin sulit memprediksi
terjadinya badai.
Sumber : Geo Week.
0 komentar