Panasnya
hati bisa diredam dengan menahan amarah sambil mendoakan semoga orang
yang menzolimi dibukakan pintu maaf oleh Tuhan YME. Sebaliknya jika
menghadapi hal demikian, ada baiknya melakukan islah perbaikan agar
tidak terjadi pemutusan hubungan persaudaraan antara yang menzolimi
dengan yang dizolimi. Namun jika sudah terlanjur pemutusan hubungan
persaudaraan, sangat sulit melakukan perbaikan kembali di antara
keduanya, kecuali ada pihak ke tiga yang menjadi mediasi perselisihan
keduanya.
Itu
hal yang sering terjadi di dalam kelompok sosial kemasyarakatan, baik
secara pribadi maupun organisasi. Jika sudah menyangkut organisasi,
katakanlah organisasi pemerintahan, maka memerlukan jangka waktu panjang
untuk memulihkan hubungan baik di antara keduanya, yang boleh jadi
sampai saat ini belum terwujud dengan baik. Itulah yang terjadi antara
China dan Tibet yang sampai sekarang masih terbelenggu oleh perseteruan
yang tidak ada habisnya.
Majalah
Outside melaporkan dari Everest, Jumat ( 22/6 ), pendaki itu sudah
berada di ketinggian 7.772 meter di atas permukaan laut. Saat itu dia
sedang berkemah seorang diri terpisah dari tim ekspedisi lainnya.
Sekolah Pemandu Pegunungan Tibet ( TMGS ) menemukan dia lalu memaksanya
turun disertai penyiksaan secara fisik, demikian dikatakan beberapa
saksi mata.
Mengingat
izin untuk mendaki Everest memang tidak mudah, selain juga mahal
ongkosnya. Minimum sebesar 25.000 dollar AS atau sekitar Rp. 240 juta.
Biaya itu tidak termasuk biaya lain, seperti sewa peralatan mendaki dan
pemandu.
Saksi
mata kedua, Kari Kobler, menyatakan telah merekam pemukulan tersebut
dalam filmnya. Tetapi dia tidak melaporkan kejadian tersebut karena
takut permasalahan itu akan menimbulkan perseteruan antara China dan
Tibet yang hubungannya sampai saat ini masih panas. " Bagi saya ini
kondisi sulit karena saya mengenal mereka semua, baik orang Tibet atau
pun China, " kata Kobler.
( Reuters/JOE ).
0 komentar