Penjelajahan di Antartika seakan tak akan habis diperbincangkan dalam media massa. Penjelajahan ini mencapai puncaknya pada tahun-tahun awal abad ke-20, yaitu ketika dalam kurun waktu 25 tahun terjadi 16 ekspedisi dari delapan negara. Mereka berkompetisi untuk menjadi yang pertama mencapai Kutub Selatan. Demikian dilansir Kompas dari GeoWeek yang menyebutkan sebanyak 17 orang anggota ekspedisi tewas dalam periode itu.
Periode tewasnya anggota ekspedisi itu disebut juga dengan era heroik penjelajahan Atlantik. Saat perang dunia pertama pecah, era heroik ini berhenti, tetapi persis sebelum perang dunia pertama datang, terdapat tiga ekspedisi yang menandai pencapaian terbesar dan sekaligus paling tragis. Pada Desember 1912 ekspedisi yang dipimpin Roald Amundsen dari Norwegia merupakan yang pertama mencapai Kutub Selatan.
Saat itu ia berkompetisi ketat dengan tim dari Inggris yang dipimpin oleh Sir Robert Falcon Scott. Meskipun tim yang dipimpin oleh Sir Robert Falcon Scott juga berhasil mencapai Kutub Selatan, 33 hari setelah kesuksesan tim Amundsen, tetapi kelima anggotanya meninggal dunia dalam perjalanan pulang. Setahun kemudian penjelajah asal Inggris Ernest Shackleton memimpin ekspedisi yang berupaya menjadi tim pertama yang menyeberangi Antartika.
Di sana mereka berencana untuk menempatkan tim mereka di Laut Weddel, kemudian menyeberangi benua melalui Kutub Selatan dan keluar di Laut Ross. Kapal Shackleton, The Endurance, terjebak di lautan es sebelum mampu mendarat. Namun perjuangan tim eksepedisi ini untuk tetap hidup, merupakan kisah survival yang paling mengerikan sekaligus mengharukan untuk diceritakan.
Bagaimana tidak mengharukan ketika The Endurance terapung di lautan es selama beberapa bulan sampai akhirnya hancur dan memaksa Scott beserta timnya menyeberangi lautan es. Mereka terapung selama 164 hari, sampai akhirnya mencapai Pulau Gajah. Setiba di pulau, tim sadar bahwa satu-satunya harapan untuk meminta bantuan adalah dengan mencapai stasiun perburuan paus di Pulau Georgia Selatan, sekitar 1.287 kilometer ke arah timur dengan menyeberangi lautan yang maha luas.
Dengan peralatan navigasi sederhana Shackleton dan beberapa anggota tim meninggalkan tim ekspedisi dan menyeberangi lautan maha luas dengan menggunakan sekoci yang berasal dari The Endurance. Enam belas hari kemudian, dua hari setelah mereka kehabisan air bersih, Shackleton dan kawan-kawan mencapai Georgia Selatan. Dalam kondisi yang sudah lemah, mereka masih harus berjalan selama 36 jam menyusuri rute terjal di pegunungan yang tertutup salju.
Setelah berjuang dengan kondisi fisik lemah kehabisan tenaga, akhirnya mereka mencapai stasiun perburuan ikan paus. Shackleton kemudian kembali ke Pulau Gajah untuk menyelamatkan anggota tim lainnya. Seluruh anggota ekspedisi itu selamat dan mampu bertahan dari keganasan alam. Kutub Selatan memang daerah tak bertuan dengan suhu mencapai puluhan minus derajat di bawah NOL. Pantaslah kalau daerah ini disebut Kepulauan Hantu yang selalu diselimuti hamparan gugusan kepulauan es abadi sepanjang tahun di permukaan benuanya... yaitu Antartika.
Sumber : GeoWeek.
0 komentar