Biasanya
orang berhutang harus mengembalikan pinjaman dalam jangka waktu
tertentu sampai lunas uang yang dipinjamnya. Jika si penghutang
meninggal dunia, maka ahli warisnya yang harus meneruskan pembayaran
cicilan sampai lunas. Terkadang pihak bank tempat nasabah berhutang
menyuruh juru tagih kepada orang yang berhutang, agar segera
menyelesaikan kewajiban mencicil pembayaran.
Juru
tagih hutang ada yang sopan ada pula yang kasar bahkan dengan cara
mengintimidasi orang yang berhutang. Kadang-kadang juru tagih ini
terus-menerus melakukan teror sehingga orang yang berhutang dibuat kesal
jadinya. Karena kesal terus ditagih hutangnya, Siobhon Peers ( 31 )
seorang wanita dari Stockport, Inggris membawa abu jenazah ayahnya ke
kantor Royal Bank of Scotland ( RBS ).
Di
kantor RBS, Siobhon Peers gusar karena tagihan hutang ayahnya tinggal
9,17 dollar AS ( Rp 89.000 ) dan terus ditagih dengan paksa. Utang itu
terus berkembang hingga mencapai 955,31 dollar AS ( Rp 9,2 juta ). Peers
mengatakan, David ayahnya, meninggal dunia karena kanker tulang pada
usia 67 tahun, Oktober 2011.
Peers
sudah mengirim salinan surat kematian ayahnya ke RBS, tetapi bank tetap
minta surat asli dan terus menagih utang. Melihat abu jenazah ada di
tangan Peers dan diletakkan di meja kantor RBS, pihak bank pun berubah
sikap dan melunak. Setelah Peers membawa abu jenazah ayahnya, pihak
bank menutup rekening David.
Pihak
RBS akan mengontak Peers jika memerlukan keterangan tambahan. Utang
David kepada RBS akhirnya dialihkan ke lembaga pemutihan utang. Peers
pun tersenyum lega setelah utang ayahnya dialihkan ke lembaga pemutihan
utang. ( Reuters ).
0 komentar