Nikah
masal tampaknya masih menjadi tren masyarakat modern saat ini. Selain
rame-rame merayakan pesta pernikahan bersamaan, pasangan yang
melangsungkan nikah massal mempunyai kenangan khusus, karena banyak
pasangan lain yang juga ikut mengantri untuk dinikahkan. Lebih asyik
menikah rame-rame tetapi menikmati bulan madu sebagai pengantin baru
secara pribadi dan orang lain tidak boleh tahu apalagi mengganggu.
Kalau
krisis kelangkaan bahan bakar solar saja bisa membuat antrian panjang
sopir angkutan umum untuk bisa mengisi solar, maka nikah massal
setidaknya bisa mengurangi antrian panjang calon mempelai untuk
dinikahkan oleh penghulu/pendeta yang memimpin jalannya upacara
pernikahan. Karena jumlah peminat nikah meningkat drastis bukan tidak
mungkin para pendeta kewalahan menikahkan pasangan itu.
Sebenarnya
momentum nikah massal rutin digelar Gereja Unification yang didirikan
pendeta evangelis Moon Sun Myung di Seoul pada 1954. Kegiatan pernikahan
massal untuk pertama kalinya sejak gereja berdiri, terjadi pada 1961
dengan peserta 33 pasangan. Seiring berjalannya waktu, pernikahan massal
ini menarik minat begitu banyak pasangan.
Bahkan
saat digelar dua bulan lalu, acara itu diikuti sekitar 3.500 pasangan.
Pernikahan massal itu merupakan pernikahan massal pertama yang digelar
sejak meninggalnya Moon Sun Myung ( 92 ), 3 September lalu. Pasangan
peserta nikah massal di hari besar itu memakai seragam sama.
Yang
lelaki memakai tuksedo, sementara pasangan wanita bergaun warna putih.
Pernikahan massal mereka juga diikuti oleh 24.000 jemaat Moon Sun Myung.
Selain yang hadir di balkon Cheongshim Peace World Centre, acara nikah
massal juga bisa diikuti lewat jaringan video.
Sesuai
pemberkatan nikah yang dipimpin Hak Ja Han, janda mendiang Moon Sun
Myung, kertas selebaran ditebar demi memeriahkan suasana. Pasangan
berbahagia saat itu boleh jadi sudah ada yang hamil. Semoga berbahagia
hingga kakek-nenek dan tetap rukun selalu.
( AP/Daily Mail/Foto : AP/UPI/Reuters/Getty Images ).
0 komentar