Telepon
sebagai alat komunikasi manusia modern sudah menjadi alat kebutuhan
hidup untuk menyampaikan pesan kepada seseorang atau lembaga dalam hal
gawat darurat. Karena begitu pentingnya pesawat telepon maka saat ini
setiap orang dalam kegiatan hariannya selalu dibekali alat mungil ini
yang disebut dengan telepon genggam yang bisa masuk saku karena ukuran
yang kecil dan fleksibel bentuknya. Saran yang cukup simpatik agar
setiap orang menelepon dulu sebelum membuat perjanjian agar tidak kecewa
jika perjanjiannya itu ternyata tidak direspon dengan baik karena
sesuatu hal.
Menelepon
menyampaikan pesan untuk membooking kamar hotel apakah sudah dibooking
orang lain, meminta keterangan apakah masih ada tempat duduk kosong di
dalam pesawat untuk keberangkatan tanggal sekian atau menanyakan
administrasi rumah sakit, apakah masih ada ranjang perawatan yang kosong
untuk calon pasien, adalah salah satu cara mengetahui sedini mungkin
keterangan yang dibutuhkan untuk maksud tersebut. Namun karena tidak
tahu adanya peraturan bahwa reservasi alias pemesanan tempat mutlak
diperlukan lebih dulu lewat telepon, seseorang bisa kecewa jika
pesanannya ditolak mentah-mentah alias tidak digubris sekali pun
pemesanan itu untuk keadaan darurat yang segera membutuhkan pertolongan
segera.
Lisbeth yang diantar suaminya Preben, terpaksa ngelus dodo
akan nasibnya yang sial ini. Hanya karena luka yang dialaminya cukup
serius, untuk mendapatkan layanan akibat kecelakaan saja harus
diperlakukan seperti pengemis yang minta-minta. Karena pasangan suami
istri itu tidak membawa telepon genggam, perawat menganjurkan Preben
meminjam telepon agar dapat dirujuk ke A & E.
Kalau
tidak menelepon jangan harap dapat pelayanan A & E. Lisbeth yang
kepalanya luka dan bahu kanannya patah untuk sementara menahan sakitnya.
Dan ia lebih sakit hati karena kondisi darurat membutuhkan pertolongan
segera, ada pihak yang tidak tanggap karena terbentur aturan baru yang
kaku dan tidak manusiawi, sengaja mengulur waktu tidak segera mengurus
orang yang sakit karena kondisi darurat.
Singkat
kata Lisbeth yang kepalanya terluka dan bahu kanannya patah tak bisa
dirawat. " Sangat memalukan dan saya terkejut sekali dengan peraturan
ini, " ujar Preben kepada Mingguan The Copenhagen Post ( 20/3 ). " Saya
ditelepon pengemudi yang menabrak istri saya dan segera membawanya ke A
& E, tapi ditolak gara-gara tidak membuat perjanjian lebih dulu
lewat telepon, " kata Preben menumpahkan kekesalannya.
Peraturan
itu tidak fleksibel sama sekali dan membuat orang terluka karena
kecelakaan tidak segera mendapatkan perawatan. Untuk itulah Ketua
Region Zealand, Steen Bach Nielsen mengatakan, dia menyesalkan kejadian
tersebut. Pepatah mengatakan sesal kemudian tiada berguna. Tapi apakah
aturan baru A & E itu cukup bijaksana diterapkan, jika dalam kondisi
darurat seseorang segera membutuhkan pertolongan dan perawatan karena
musibah yang tidak diinginkan, ditolak dirawat gara-gara tidak membuat
janjian lebih dulu lewat telepon?
0 komentar