ON LINE

Followers

JAMU TRADISIONAL MASIH LAKU.

Diposting oleh BLOG SEHAT ALAMI Rabu, 02 Januari 2013

Sudah cukup lama Bude Jamu Gendong yang sering lewat di depan rumah saya tidak berjualan. Barangkali beliau sedang pulang kampung ke Wonogiri untuk kembali bertani. Mengingat bulan Desembar 2012 sudah turun hujan di kampungnya, ada benarnya beliau rehat sejenak dari berjualan jamu, lalu kembali mengolah sawah ladangnya bersama suami tercinta.

Bude Jamu Gendong memang sudah akrab dengan lingkungan sekitar tempat tinggal saya sejak tahun 1985, di saat anak-anak saya belum lahir. Beliau tiap pagi atau sore hari selalu berjualan sambil ngider keliling kampung bahkan masuk kawasan pedesaan yang masyarakatnya juga sudah akrab dengan tradisi minum jamu. Lalu apa sebenarnya keistimewaan dari jamu gendong yang bude jual, sehingga masyarakat khususnya ibu-ibu rumah tangga begitu gandrung ketagihan minum jamu?

" Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan jamu saya ini mbak, " katanya merendah saat seorang remaja putri anak tetangga sedang minum jamu cabe puyeng hasil racikannya, bertanya soal resep jamu cabe puyengnya yang memang manjur untuk keluhan badan capek. Namun dari penuturan ibu-ibu dan saya sendiri, sebenarnya minum jamu sudah menjadi tradisi yang mengakar kuat, bahkan sejak saya masih duduk di bangku sekolah di Solo sekian tahun lalu.
 Sejak dulu, berbagai jenis jamu sudah dipercaya mengobati berbagai keluhan kesehatan, mulai dari yang sepele seperti kecapekan hingga yang serius seperti kencing manis dan hipertensi.
Sejak dulu, berbagai jenis jamu sudah dipercaya mengobati berbagai keluhan kesehatan, mulai dari yang sepele seperti kecapekan alias pegel linu hingga yang serius seperti kencing manis dan hipertensi.
Sejak lama jamu sudah dikenal sebagai obat tradisional yang ampuh mencegah  sekaligus mengobati penyakit manusia. Kalau Jepang bangga dengan produk kesehatan unggulan berupa ragam jenis teh, Indonesia yang kaya akan rempah-rempah juga memiliki produk kesehatan yang tak kalah bagus mutunya, yaitu jamu. Jadi tidak ada salahnya tradisi minum jamu tradisional terus dilestarikan,  mulai dari generasi nenek, anak, cucu, cicit dan anak keturunannya kelak.

Bahkan nenek moyang suku-suku yang ada di Indonesia  pada zaman dulu, saat manusia masih bersahabat dengan alam, tabib atau juru sembuh keluarga raja memanfaatkan tumbuhan yang ada di hutan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Tumbuhan dalam belukar hutan pun menjelaskan bahwa akar ( rimpang ), daun, buah, bunga dan batangnya semua bisa dipetik manusia lalu dimanfaatkan untuk sarana penyembuhan yang berkhasiat bagi kesehatan manusia di jaman itu.
Jaman berkembang hingga waktu sekarang dimana berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bagian tumbuhan itu bisa diolah menjadi bahan pengobatan yang disebut dengan herbal. Dari yang semula jamu digendong oleh Bude Jamu dan dijajakan keliling kampung, mulai dilirik oleh pengusaha bermodal kuat. Pengusaha bermodal kuat itu pun lantas   membuat jamu serupa dalam bentuk kemasan dengan menggunakan mesin pengolah bahan di pabriknya.
Tenaga kerja pun mulai tersedot ke industri jamu. Produk jamu pabrik pun mulai merambah pasar. Lahirlah jamu dengan ragam bentuk yang lebih lengkap dan modern tersedia di toko modern. Namun apakah dengan adanya mesin pembuat jamu modern, lantas Bude Jamu Gendong dan bude-bude lainnya yang berkebaya menggendong jamu dalam botol dalam tenggok juga tergusur?
Tidak, bahkan generasi penerus Jamu Gendong Bude pun mulai bermunculan. Kalau Bude Jamu Gendong yang mulai sepuh tanpa gincu di bibirnya masih saja laris dagangan, generasi penerus Bude Jamu Gendong pun diharapkan juga laris dagangan jamunya. Salah satunya, Ju Jum penjual jamu gendong yang sering sehat dengan reiki temui dan sapa setiap pagi di desa tetangga saat  saya sedang olahraga jalan kaki.
Bakul Jamu Gendong biasa berjualan keluar masuk kampung dengan menggendong dagangannya dalam bakul. Ada jamu pegel linu, masuk angin, perut singset, cabe puyeng dan
Bakul Jamu Gendong biasa berjualan keluar masuk kampung dengan menggendong dagangannya dalam bakul. Lazimnya ibu penjual jamu gendong memakai kebaya, bersanggul pakai sandal jepit dan menenteng ember plastik tempat mencuci gelas.
Kalau Bude Jamu Gendong di waktu senggangnya tetap memakai kebaya, Yu Jum sebaliknya. Saya sering berjumpa dengannya di pasar, dia mengenakan rok atau celana panjang dan  dibibirnya terpoles gincu tebal saat berbelanja bahan pembuat jamu. Yu Jum dengan tangkas berani naik sepeda motor, sebaliknya Bu De Jamu Gendong membonceng tukang ojek motor saat berbelanja bahan jamu di pasar.
Nah didapurnya yang sederhana itulah, Bu De Jamu Gendong mengolah bahan pembuat jamu. Ada kunyit, temu lawak, jahe, meniran atau rempah lainnya. Semua bahan jamu tadi dideplok dalam lumpang batu sambil mendengarkan gending-gending klenengan Jawa dari kaset yang diputarnya pelan-pelan.
Barangkali Bude Jamu Gendong dan Yu Jum terus menggugah kesadaran masyarakat untuk melestarikan budaya minum jamu. " Jamune, Bu? " teriaknya saat menjajakan jamu gendong.  Bu De Jamu Gendong dan Yu Jum masih terus berjualan hingga saat ini, melayani pelanggannya.  Bapak-bapak tukang gali kabel yang sering menggali kabel  telepon dan internet di lingkunganku pun tak mau kalah menyeruput jamu buatannya.
Foto by : Klinik Fotografi Kompas.

0 komentar

Posting Komentar

SOFTWARE PSR.

ARUMSEKAR ON FACE BOOK.

REIKI LIKE

KOTA DAN NEGARA

STATISTIK ALEXA

About Me

Foto saya
Saya adalah manusia biasa seperti Anda juga yang sama-sama mengarungi hidup ini dengan menjalin tali persahabatan.Masih ingin belajar untuk meningkatkan pengetahuan khususnya bidang kesehatan alami. Karena itu saya tertarik belajar REIKI dan dengan REIKI pula saya belajar menyembuhkan diri sendiri dari gangguan penyakit. Namun demikian saya juga berteman dengan kalangan medis yang berprofesi dokter, perawat sekaligus sebagai Praktisi Reiki. Dengan merekalah saya belajar untuk menjadi manusia sehat baik jasmani dan rukhani. Senang melakukan perjalanan dinas karena tuntutan pekerjaan.

Blog Archive

ARUM ON BLOG SPOT COM.