Menggunakan
mantel hujan dari plastik jamak dilakukan seseorang tatkala sedang
kehujanan. Tujuannya agar badan tidak basah kena air hujan penyebab
terjadinya penyakit flu dan masuk angin. Tak terkecuali Pak Tono penjual
roti tawar yang tadi pagi melintas di depan rumah, terpaksa memakai
mantel dari plastik saat menawarkan dagangan rotinya ke saya.
Selain
mantel hujan dari plastik, Pak Tono pun membungkus rotinya dengan
selembar kantong plastik dan menyodorkan ke pembeli lain. Transaksi jual
beli roti pun berlangsung di tengah gerimis hujan yang tidak juga reda
sejak subuh tadi pagi. Pendek kata plastik sudah mewarnai kehidupan
manusia modern dan lumrah terjadi di negeri ini.
Demikian
pula dengan pembeli, selalu menenteng kantong plastik cadangan saat
berbelanja ke pasar. Tujuannya tidak ingin barang yang dibelinya
dibungkus dengan plastik bekas oleh penjualnya, karena sering menjumpai
bungkus kantong plastik bekas dipakai lagi oleh penjual. Karena itu
pembeli cerdas lebih rela membawa kantong plastik sendiri yang sudah
berbentuk tas plastik.
Penjual
pun tidak marah alias tersinggung dengan sikap kehati-hatian pembeli,
mengingat kantong plastik terkesan murah meriah. Memberikan kantong
plastik ke pembeli sebagai bentuk layanan tambahan karena barang
dagangannya sudah laku terjual. Lantas bungkus plastik yang diterima
pembeli dari penjual, untuk apa kelanjutannya sesampainya di rumah ?
Itulah
pertanyaan cerdas dari pemerhati lingkungan terhadap plastik. Apakah
plastik itu lantas dimusnahkan, dibuang ke tempat sampah, atau dibiarkan
begitu saja hingga rusak cerai berai karena material pembuat plastik
sudah rapuh. Atau yang lebih ekstrem lagi, sampah plastik dan limbah
rumah tangga lainnya dibuang ke sungai sehingga menyebabkan banjir
tahunan, sebagaimana terjadi Senin dinihari ( 12/1 ) untuk wilayah
Jakarta dan sekitarnya.
Jurnal
ilmiah tentang plastik memaparkan, kantong plastik bahannya terbuat
dari polyethene ( PE ), suatu bahan thermoplastic yang tidak mudah
terurai oleh alam. Sampah kantong plastik ini baru dapat terurai secara
sempurna setelah terpendam di alam selama kurun waktu 500 - 1000 tahun.
Hanya sekitar 1% kantong plastik bekas yang dapat didaur ulang, karena
sulitnya memilah berbagai jenis plastik yang digunakan.
Selama kurun waktu tersebut, saat sampah kantong plastik mengendap
di tanah, terapung-apung di air, membuat andil dalam perusakan
lingkungan. Yang lebih parah lagi menghambat peresapan air, mengurangi
kesuburan tanah, menyebabkan terjadinya banjir, dan menyumbang
percepatan pemanasan global. Tentu saja lingkungan jadi tidak sehat,
tercemar oleh pemandangan kotor sampah plastik yang jika tidak cepat
ditanggulangi menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit.
0 komentar