Seminar kecerdasan anak sekarang ini begitu gencar dipasarkan lewat iklan baik di radio, televisi dan surat kabar. Tentu saja orang tua anak yang ikut seminar sangat bangga dan berbesar hati manakala seminar ini menjadikan anaknya pandai, cerdas dan mumpuni dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Apa betul kecerdasaan otak atau intelektual nantinya bisa mengubah hidup seseorang menjadi baik atau bahkan buruk ? Jawabannya....kecerdasan intelektual bukan faktor utama yang menentukan kesuksesan hidup seseorang. Ada faktor lain yang lebih menentukan dan berperan. Goleman bahkan berpendapat, kecerdasan intelektual hanya menyumbang sekitar 20% terhadap keberhasilan hidup seseorang.
Dalam buku Emotional Intelegence, Daniel Goleman menceritakan pengamatannya selama bertahun-tahun terhadap perkembangan lulusan Harvard University. Di sini terdeteksi mahasiswa saat kuliah nilainya pas-pasan saja tetapi berhasil dan bahagia dalam hidupnya. Artinya tidak sukses dalam kuliah tetapi sukses dalam praktek kehidupan sosialnya. Sebaliknya banyak mahasiswa ketika kuliah nilainya duduk di peringkat pertama, namun tidak sukses dalam hidup sosialnya.
Dalam kondisi hidup sehari-hari pun kita sering menjumpai orang-orang seperti itu. Mungkin tetangga, keluarga, kawan lama, kawan sekolah, sahabat di dunia maya bahkan Anda sendiri. Ini membuktikan bahwa kecerdasan intelektual bukan faktor utama penentu keberhasilan dan kesuksesan hidup seseorang. Ada faktor lain yang lebih berperan. Goleman bahkan berpendapat kecerdasan intelektual hanya menyumbang sekitar 20% terhadap keberhasilan hidup seseorang. Selebihnya adalah faktor di luar kecerdasan itu. Salah satunya yang sangat penting yaitu kecerdasan emosional.
Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan istilah antar kecerdasan intelektual dengan intelligence qoutient (IQ). Padahal keduanya berbeda. IQ sebenarnya merujuk kepada angka relatif untuk menunjukkan tingkat kecerdasan intelektual. Sekedar contoh, seorang anak yang usia kalendernya baru 8 tahun, tapi bisa mengerjakan tugas sekolah anak usia 10 tahun dalam pelajaran matematika. Berarti IQ anak adalah 10/8 x 100 alias 125. Dengan kata lain tingkat kecerdasan intelektualnya di atas rata-rata.
Sebaliknya jika usia kalender anak sepuluh tahun tapi usia mentalnya baru delapan tahun berarti IQ nya 8/10 x 100 atau 80. Artinya tingkat kecerdasan intelektual anak ini di bawah rata-rata. Pada umumnya orang menunjuk kecerdasan intelektual yang selama ini dikenal dengan istilah pinter. Namun sesuai dengan perkembangan jiwa manusia, maka muncul kecerdasan emosional (emotional intelligence) sebagai jenis kecerdasan lain yang dimiliki manusia.
Sekali pun diakui kecerdasan emotional tidak bisa diukur secara eksakta seperti halnya kecerdasan intelktual, kecerdasan ini bisa kita asah dan latih melalui olah jiwa. Yang jelas IQ dan EI adalah dua hal yang integral di dalam jati diri manusia. Keduanya saling bersinergi satu sama lain. Menurut Sartono Mukadis, Psikolog dalam Mind Body and Soul Intisari menyebutkan dalam praktiknya ada lima komponen penting menjadi ciri kecerdasan emosional, yakni self awareness, self regulation, empati, motivasi dan social skills.
Kelima komponen tadi dalam ilmu psikologi sering disinggung dalam mata kuliah. Sedangkan pelatihan di luar bangku kuliah berbentuk lokakarya yang bertujuan mendewasakan kecerdasan emosional seseorang bisa didapat melalui pelatihan khusus setingkat lebih tinggi dari kelas reiki. Pelatihan ini disebut G'Tumo Esoterik yang menekankan pada pengolahan energi dan menyalurkannya untuk suatu kepentingan tertentu.
G'Tumo Esoterik dalam kelas reiki lebih menekankan pada aspek kedewasaan emosional. G'Tumo Esoterik memang berbeda dengan Reiki aliran G'Tumo. Dalam postingan lalu sehat dengan waskita reiki pernah menyinggung bahwa reiki adalah ilmu penyembuhan yang mengacu pada tradisi Tibet, sedangkan G'Tumo Esoterik adalah ilmu yang lebih menjurus pada pengolahan energi.
Menurut Ciptadinata Effendi dalam buletin seminar G'Tumo Esoterik menulis, dalam perkembangan zaman sejarah mencatat bahwa orang-orang yang memiliki kemampuan kecerdasan yang luar biasa, bahkan disebut genius alias super pinter, namun karena tidak diimbangi dengan kedewasaan emosional, ternyata bukan saja tidak berguna bagi sesama manusia, malahan ternyata menghancurkan kehidupan orang lain. Sebalikna ada anggapan lain berpendapat bahwa kalau dua aspek yaitu kecerdasan intelektual dan kedewasaan emosional mampu dipertahankan ada dalam diri seseorang, maka ia akan mampu menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama.
Contoh hangat yang sekarang ini sedang beredar adalah kasus pembobolan dana nasabah bank yang dilakukan oleh orang pintar dan berpendidikan tinggi khususnya di bidang IT. Orang ini mampu membuat progam dan menggandakan kartu ATM fiktif untuk tujuan menarik dana yang bukan haknya. Karena tidak diimbangi dengan kedewasaan emosional maka tindakan melawan hukum dilakukan demi kepentingan pribadi yaitu mencuri uang orang lain lewat perangkat ATM. Akibatnya banyak orang lain menjadi korban karena keisengannya ini. Ia bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
Zaman terus berubah sesuai dengan perkembangan waktu. Pendapat bahwa kecerdasaan intelektual dan kedewasaan emosional yang seimbang harus dipertahankan, akhirnya dikoreksi juga. Disebutkan bahwa seseorang baru dikatakan masuk ke dalam tahap pencerahan apabila di dalam perjalanan hidupnya mampu menerapkan ketiga aspek secara seimbang di antaranya kecerdasan intelktual, kedewasaan emosional dan kematangan spiritual. Bagaimana mencapai tingkat ini agar menjadi balan (seimbang dalam hidup)?
Salah satu cara menuju keseimbangan ketiga aspek tadi dengan melatih meditasi keseimbangan. Meditasi ini dilakukan dalam upaya memberikan suatu kerangka dalam hidup kita, tentang pola hidup bagaimana yang ingin kita terapkan dalam perjalanan hidup kita. Sekali pun meditasi ini bukanlah jaminan bahwa apa yang kita inginkan pasti tercapai, namun setidaknya jalan menuju ke tingkat hidup yang lebih luhur telah ada di depan mata kita. Tergantung bagaimana kita akan menjalaninya.
Bahkan menurut hasil penelitian di Australia, seandainya setiap orang mau meluangkan waktunya hanya 5 menit saja setiap harinya untuk melakukan meditasi, maka akan menjadi jaminan bagi dirinya, sampai setua apa pun tidak akan pikun, dapat hidup mandiri tanpa harus menggantungkan diri pada belas kasihan orang lain. Karena itu tujuan pelatihan G'Tumo Esoterik mengharuskan setiap praktisinya menjalankan meditasi dalam keseimbangan. Tujuan meditasi ini menuju hidup sehat jiwa dan raga menuju pencerahan.