Ritual mudik dalam minggu ini mendominasi pemberitaan di media massa. Baik media tulis, elektronik dan internet beramai-ramai memberitakan ritual tahunan yang satu ini menyusul dengan telah akan selesainya bulan Ramadhan. Istilah mudik barangkali bisa disamakan dengan kembali ke asal alias udik tempat di mana kita dilahirkan dan dibesarkan dengan segala pengalaman suka duka oleh orangtua yang telah merawat dan membesarkan diri kita. Kembali ke udik alias kampung ( kalau belum tergusur atau tenggelam ) akibat korban pembangunan, boleh jadi membawa makna bagi pelakunya, yaitu pulang ke kampung halaman.
Mudik hal lumrah dilakukan oleh semua manusia di belahan dunia manapun kendati pun tidak selalu dikaitkan dengan ritual puasa bagi umat Islam. Termasuk di sini pelaku mudik oleh orang Indonesia yang cinta kepada kampung halaman untuk sekedar ditengok sekalipun untuk melakukannya perlu persiapan matang mulai dari ongkos perjalanan, kendala di perjalanan hingga oleh-oleh apa yang pantas dipersembahkan kepada kerabat tercinta di kampung halaman yang bersiap menunggu pelaku mudik. Mudik yang dihubungkan dengan momentum lebaran menjadi sebab utama kenapa ritual tahunan yang terjadi setahun sekali tidak dirayakan bersama kerabat di kampung halaman.
Karena begitu pentingnya arti mudik bagi perantau yang telah mengecap sukses hidup di luar kampung halamannya, boleh jadi tetap membutuhkan persiapan yang melibatkan orang lain yang karena sesuatu hal tidak bisa pulang mudik. Misalnya petugas kepolisian, dinas perhubungan, petugas layanan transportasi baik darat, laut dan udara bahkan petugas medis di rumah sakit pun terpaksa tidak bisa cuti dari pekerjaannya. Mereka inilah terpaksa berkorban tidak mudik demi menunjang kelancaran mereka yang mudik. Selain itu pula media massa seperti televisi, radio, surat kabar dalam 24 jam harus selalu mengupdate perkembangan berita mudik dengan segala suka dukanya untuk disampaikan kepada komunikannya.
Pelaksanaan mudik pun bisa menjadi sumber pendapatan orang lain terutama di jalur-jalur yang dilalui pemudik. Mereka bisa menjajakan makanan dan minuman ringan, tempat istirahan darurat yang menyediakan fasilitas mandi, cuci dan kakus untuk keperluan buang hajat. Bukan itu saja yang kecipratan rejeki mudik. Bisnis penitipan hewan bagi orang yang mempunyai hewan peliharaan agar binatang kesayangannya itu tidak terlantar ketika ditinggal pulang mudik, pun mendatangkan pendapatan bagi pelaku bisnis penitipan binatang peliharaan. Karena itulah cerita tantang perjuangan pulang kampung alias mudik saat lebaran terlalu banyak untuk diceritakan dengan bermacam-macam versi.
Ada versi sedih jika pemberitaan kemaren mengulas bagaimana seorang anak karena kelalaian orang tuanya tertinggal di sebuah mesjid di Jombang Jawa Timur. Rombongan orangtua sudah sampai di Ponorogo baru menyadari jika salah satu anaknya tidak terbawa dalam 3 rombongan kendaraan. Usut punya usut ketika peristiwa ini terjadi saat rombongan keluarga besar ini mampir ke sebuah mesjid untuk istirahat, anak malang ini terpisah dengan orang tuanya. Dan entah kenapa ketika melanjutkan perjalanan, ingatan semua keluarga ini tidak sampai tertuju kepada sang anak malang ini dalam pikirannya.
Barulah ketika keluarga besar ini kalang kabut dan kembali melacak balik arah ke mesjid di Jombang, sang anak malang sudah diamankan oleh petugas kepolisian setempat. Akhirnya cerita mengharu biru pun usai ketika sang anak malang sudah dipertemukan kembali dengan kedua orangtunya di kantor polisi setempat. Tentu saja orang yang paling berjasa dalam peristiwa ini adalah salah seorang jamaah mesjid yang pertama kali menemukan anak malang sedang menangis sendirian tanpa didampingi orangtuanya. Merasa iba sang anak pun dipungut lalu dibawa ke pos polisi terdekat dan segera mengabarkan petugas jaga yang lalu meneruskannya ke orang tuanya ( sumber : berita televisi Jawa Timur ).
Boleh jadi cerita mengharu biru itu tidak selamanya terbawa angan-angan pelaku mudik kecuali keluarga yang merasa kehilangan salah satu anggota keluarganya seperti ilustrasi di alinea atas itu. Mudik tidak selamanya menyusahkan jika dilakukan dengan suka cita kendatipun untuk melakukannya terpaksa berhutang ke Pegadaian demi mendapatkan ongkos pulang mudik. Jika mudik dilakukan dengan suka cita bersama keluarga, akan menjadi kenangan menyenangkan yang bisa diingat sepanjang hidup ini.
Membayangkan akan bertemu keluarga besar dan teman sekampung halaman dapat menghapus segala keletihan, keluh kesah, sumpah serapah menghadapi kemacetan lalu lintas di perjalanan di saat berkendara di jalan raya. Selain itu pula kisah sukses hidup di perantauan merupakan cerita yang patut diceritakan kepada kerabat di kampung. Namun tidak semua kisah suskes menghinggapi kaum mudik. Ada kisah sedih yang terpaksa disimpan kaum pemudik, jika dia merasakan bagaimana hidup di kota besar dengan segala perjuangannya demi sesuap nasi dan bekerja membanting tulang hanya untuk bertahan hidup sehari-hari. Boleh jadi kelompok inilah yang merasakan kegembiraan sesaat tatkala Pemerintah memperhatikan kebutuhan akan mudik dengan menyediakan fasilitas mudik gratis bersama keluarga. Akhirnya sehat dengan kundalini reiki mengucapkan selamat mudik dan selamat berlebaran di kampung halaman. Salam....
0 komentar