Masih ingatkah Anda dengan serial Film Televisi Flipper yang pernah tayang di Televisi Republik Indonesia di era tahun 1969 lalu? Barangkali Anda penggemar film itu masih ingat bagaimana sang lumba-lumba yang dalam adegan itu membantu aktivitas nelayan, mampu berkomunikasi dengan sesamanya hanya dengan gerakan isyarat berupa lengkingan mirip suara peluit. Proses yang digunakan lumba-lumba untuk berbicara dengan sesamanya sama dengan proses yang digunakan manusia saat berkomunikasi.
Lengkingan suara mirip peluit dengan nada tinggi dari Lumba-lumba itu berasal dari getaran jaringan di rongga hidung yang mirip dengan getaran pita suara manusia. Hal itu ditemukan peneliti dari Institut Ilmu Hayati, Universitas Aarhus, Denmark yang dipimpin oleh Peter Madsen, setelah menganalisis data rekaman suara lumba-lumba hidung botol ( Tursiops Truncatus ) yang dikumpulkan pada tahun 1970.
Jaringan di rongga hidung ini disebut bibir tonik. Temuan ini juga menjawab pertanyaan ilmuwan tentang bagaimana lumba-lumba menandai suara lain di permukaan air atau saat menyelam. Menurut Masden kepada Livescience sebagaimana dilansir dalam Kilas Iptek Kompas, Kamis ( 8/9 ), menyatakan perbedaan tekanan udara antara permukaan dan laut dalam mengubah frekuensi suara lumba-lumba. Di laut dalam, tekanan udara lebih tinggi sehingga gelombang suara bergerak lebih cepat dan frekuensi suara mereka berubah.
Wikipedia Indonesia menyatakan Lumba-lumba memiliki sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi dan menerima rangsang yang dinamakan sistem sonar. Sistem ini dapat menghindari benda-benda yang ada di depan lumba-lumba, sehingga terhindar dari benturan. Teknologi ini kemudian diterapkan dalam pembuatan radar kapal selam. Lumba-lumba adalah binatang menyusui. Mereka hidup di laut dan sungai di seluruh dunia. Lumba-lumba adalah kerabat paus dan pesut. Ada lebih dari 40 jenis lumba-lumba hidup di perairan dunia.
Sumber : Livescience/MZW.
0 komentar