Berbuka puasa menyantap kolak barangkali sudah menjadi hal biasa bagi sahabat sehat dengan kundalini reiki. Ketika di tahun 1994 saat melakukan liputan film dokumenter ke Sulawesi Tengah, saya menjumpai dan ikut acara buka puasa cukup unik dengan warga setempat, yaitu didahului menyantap buah durian kemudian ketan putih dan ditutup dengan makanan buka puasa berupa ikan laut bakar plus nasi putih dengan seteguk teh manis hangat. Tradisi buka puasa itu ada di pemukiman Suku Laut di perairan Sulawesi Tengah bagian timur tepatnya di Kabupaten Banggai.
Didaerah itu santapan buka puasa tidak mengenal kolak apalagi minuman es dingin kelapa muda sekalipun di daerah itu buah kelapa tumbuh subur di sepanjang pantai. Yang ada hanya buah durian sebagai pencuci mulut dan kalau takut kena effek kolesterol tinggi bolehlah air kelapa hijau diminum selepas kita menikmati santap buah durian. Jika tiba datang bulan Romadhon kebetulan tidak sedang musim durian, maka buah cempedak pun enak menemani santap buka puasa sebagai gantinya.
Kembali ke tanah Jawa tepatnya di daerah Gresik, Anda akan bertambah heran lagi manakala mendapati hidangan kolak yang bahan utamanya adalah ayam. Barangkali anda akan merasa aneh membayangkan rasanya. Sedikit geli atau heran apakah bisa ayam disandingkan dengan rasa manis layaknya ubi atau pisang sebagai penyerta resep kolak pisang pada umumnya. Tidak usah heran sahabat...hal itu biasa bagi warga Desa Gumeno, Kecamatan Manyar Gresik, Jawa Timur. Setiap tanggal 23 Ramadhan seperti hari kemaren itu, hidangan istimewa ini menjadi santapan berbuka puasa bagi warga desa setempat.
Sebagaimana kita ketahui bersama selama ini bahwa pada umumnya hidangan kolak terbuat dari bahan pisang atau ubi. Namun kolak istimewa sebagai santapan buka puasa ini juga terasa manis. Masyarakat desa menyebutnya Sanggiring. Untuk menyantapnya biasanya dipadukan dengan nasi ketan. Bahan baku sanggiring terdiri dari ayam jantan ( jago ) yang telah berumur satu tahun, bawang daun, gula merah, jinten serta santan kelapa.
Hidangan ini dalam proses pembuatannya cukup unik. Semua juru masak kolak ayam yang disebut sangguring ini, mulai dari yang menyediakan bahan hingga yang memasaknya harus laki-laki. Cara memasaknya juga tergolong cukup rumit hingga membutuhkan waktu hampir tiga hari. Bayangkan jika Anda memasak kolak untuk berbuka puasa paling banter 2 jam memasak, maka hidangan kolak akan sudah siap tersaji di meja dapur menjelang bedug azan Mahgrib tiba.
Sekalipun unik cara memasaknya yang melibatkan juru masak semua laki-laki, warga desa setempat menolak jika terdapat unsur sirik di dalam tradisi memasak kolak ayam alias si sanggiring ini. Memang sampai saat ini warga tetap mengadakan tradisi tersebut semata-mata hanyalah untuk mempertahankan tradisi Desa Gumeno yang diwariskan leluhurnya sejak dulu kala. Tradisi ini ternyata sudah ada sejak lima abad lalu sejak dimulai pertama kalinnya ketika Sunan Dalem, putra Sunan Giri membangun mesjid untuk syiar agama Islam di daerah tersebut.
Balik ke masa lima abad lalu ketika tiba-tiba Sunan Dalem sakit yang tidak mampu disembuhkan dengan obat apapun. Hingga akhirnya pada malam ke-23 bulan Ramadhan, Sunan Dalem menjalankan sholat istikhoroh dan akhirnya mendapat petunjuk dari Allah. Keesokan harinya Sunan Dalem meminta pada santrinya untuk menyiapkan ayam jago kampung untuk dimasak menjadi kolak ayam jago. Ajaib, ketika petunjuk itu dilaksanakan, penyakit Sunan Dalem yang sebelumnya tidak bisa disembuhkan dengan cara apa pun baik obat dan metode kesembuhan yang digunakan memberi terapi kepada Sunan Dalem, tiba-tiba berangsur sembuh.
Maka sejak saat itu, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME, Sunan Dalem lalu menganjurkan para santrinya untuk melestarikan tradisi memasak kolak ayam si Sanggiring yang memang sangat manis kuahnya. Seandainya semua sahabat sehat dengan reiki tertarik dengan masakan kolak rasa ayam tak ada salahnya jika tanggal 23 Ramadhan tahun depan nanti, Anda berkunjung ke Desa Gumeno untuk mencicipi sekaligus melihat sendiri proses pembuatan si Sangguring ini.
0 komentar