Selama berabad-abad, San Marino, sebuah negara kecil di sebelah utara Italia, mengklaim sebagai negara terkecil ketiga di dunia. Akan tetapi sekitar 40 tahun silam, dua bekas negara di Mikronesia, menggantikan San Marino dan menggesernya ke tempat kelima dari daftar negara terkecil di dunia. Jadi geser menggeser posisi ini ibarat tangga lagu-lagu di acara pilihan pendengar di era RRI tempo dulu, di mana lagu terpopuler bertengger di puncak tangga untuk beberapa waktu dan kemudian turun tangga digantikan oleh lagu baru berikutnya.
Kembali ke soal San Marino sebagai cikal bakal Republik, cerita San Marino bermula dari tukang batu bernama Marinus pada abad keempat. Menghindar dari Kaisar Roma Diocletian yang anti Kristen, Marinus melarikan diri dari Pulau Arbe dekat Kroasia, lalu menyeberangi Laut Adriatik menuju Italia. Di tempat ini dia bersembunyi di Gunung Titano dan mendirikan komunitas kecil umat Kristiani yang kemudian hari menjadi sebuah negara merdeka.
Kata sahibul hayat pada mulanya wilayah negeri mungil itu hanya di Gunung Titano, tetapi pada tahun 1463 Paus Pius II menambahkan tiga kota di sekitarnya ke dalam Republik. Sebuah kota lagi ikut bergabung atas kehendak sendiri. Hanya berukuran luas 61.2 kilometer persegi atau sekitar sepertiga luas Washington DC kira-kira setengah luas kota Bogor, ternyata San Marino menjamin standar kehidupan tertinggi di dunia bagi 31.400 jiwa warganya.
Sangat bergantung pada pariwisata, San Marino menerima 3 juta wisatawan setiap tahun. Perbankan dan prangko juga memberi kontribusi pada perekonomian San Marino yang tidak mempunyai utang nasional dan surplus anggaran tahunan. Di kelilingi Italia di seluruh sisinya, San Marino mempunyai ikatan yang kuat, termasuk dalam hal budaya dengan tetangganya, Italia.
Pemerintahan San Marino yang mengklaim sebagai republik konstitusional tertua di dunia dijalankan dengan konstitusi yang dibuat pada tahun 1600. Negara itu dijalankan oleh 60 anggota parlemen yang memilih dua pengawas yang bertindak sebagai wakil kepala pemerintahan.
Sumber : GeoWeek.
0 komentar