Hutan wilayah K-R-P-H Tretes sebagai hutan tropis juga menyediakan alam yang indah untuk dikunjungi. Letaknya bukan di Kalimantan tetapi masih di wilayah Jawa Timur tepatnya di Kecamatan Temayang Bojonegoro. Saat ini sebagian warga Desa Kedungsari sering mendatangi hutan itu bukan untuk mencari kayu bakar apalagi piknik melainkan mencari ulat dan kepompong untuk dijual dan dimakan sendiri.
Setiap awal musim penghujan yang datang di akhir tahun, warga desa Kedungsari Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro yang mayoritas warganya mencari batu sebagai gantungan hidup untuk saat ini beralih profesi dadakan sebagai pengumpul kepompong. Di dalam hutan ini sejumlah wanita desa sedang mencari kepompong secara beramai-ramai. Pasalnya setiap musim penghujan tiba daun jati muda tumbuh dan pada saat bersamaan muncul ulat yang menggerogoti daun jati.
Sebagian ulat yang menggerogoti daun jati jatuh ke permukaan tanah. Jumlahnya bisa mencapai jutaan berserakan di sela-sela tanaman jati hutan dan menempel di daun jati yang rontok ke tanah. Ulat-ulat yang jatuh ini bersembunyi di balik berserakannya daun kering. Kondisi ini oleh warga setempat ditengarai terjadi di musim labuh awal musim hujan tiba. Warga desa itu mengaku sudah tiga hari mendatangai hutan jati. Dua atau tiga hari lagi kemungkinan kepompong itu berubah menjadi kupu-kupu.
Lantas untuk apa kepompong yang jumlahnya ribuan itu mereka kumpulkan ramai-ramai di tengah sunyinya hutan jati sekitar tempat tinggal mereka? Mereka mengaku kepompong yang telah dikumpulkan lalu dimasak oseng-oseng atau dimasak sayur asem-asem. Karena bisa dimasak, pencari kepompong itu merasa bisa mengirit biaya hidup keluarganya. Biasanya mereka harus mengeluarkan uang untuk membeli tempe atau tahu sebagai lauk santap makan tapi kali ini cukup dengan oseng-oseng kepompong dan sayur asem-asem sudah cukup terpenuhi keperluan lauk harian.
Bila warga desa ini mendapatkan banyak kepompong dan tidak dikonsumsi mereka menjualnya ke orang lain. Harga per satu wadah mencapai sepuluh ribu rupiah. Bahkan para pembeli banyak mendatangi tempat mereka mencari kepompong di dalam hutan jati. Namun disadari oleh warga setempat bahwa mencari kayu bakar atau kepompong mengandung resiko bahaya sebab di semak hutan belukar ini masih banyak ularnya. Karena itu demi keselamatan dalam menyusuri setiap jengkal areal hutan saat mencari kepompong dan ulat, warga memilih mencari kepompong secara bergerombol.
Anda sahabat sehat dengan reiki yang pernah merasakan sayur asem-asem dengan lauk pauk anak lebah muda tentunya bisa merasakan rasa sayur kepompong apalagi dibumbui dengan sedikit cabai dan garam plus 1 butir telor ayam kampung yang diceplok. Ada juga yang membuat tumis kepompong rasa sayur lodeh. Ada juga yang membuat menjadi peyek. Soal rasa kalau boleh menilai paling pas ditumis. Rasanya gurih bercampur asin jadi satu. Lumayan menu dadakan ini bisa menambah protein bagi penduduk desa.
Sayang musim enthung ini cukup singkat hanya sekitar 1-2 bulan saja waktunya antara Nopember dan Desember. Jika hujan turun lagi secara terus menerus maka ulat dan enthung kembali lenyap menghilang dan hutan kembali menghijau daunnya. Membaca gelagat alam ini kita pantas merenung bahwa Tuhan melalui alam semesta ciptaan-Nya begitu murah memberikan kehidupan terbaik buat manusia. Tinggal manusia sendiri mau berterima kasih atau tidak kepada alam ciptaan Tuhan ini.
Sumber berita: Sahabat sehat dengan reiki Heri Setiawan dari Televisi Jawa Timur ( diedit) dan gambar di http://berandakawasan.wordpress.com/
Rasanya seperti apa ya....
rasanya pasti seger dan sehat
salam sahabat
wahan gimana rasanya he..he...oh iya dah saya follow n pasang links,thnxs n good luck ya