Sungguh hati membuat trenyuh melihat para gelandangan mengais rejeki dengan jalan meminta-minta. Tidak ada yang disalahkan dalam kondisi ini mengingat jumlah kaum miskin di negara tercinta kita saat ini semakin banyak di mana lapangan pekerjaan semakin langka dan susah didapat. Minggu Pagi 31/01/10 lalu suasana Tempat Pelelangan Ikan KUD Sarana Mino Desa Tasik Agung Rembang masih sepi dari kegiatan bongkar ikan dari kapal.
Dalam kondisi masih sepi ada beberapa buruh angkut ikan yang sudah bekerja. Salah seorang buruh angkut ikan yang kita temui untuk perbincangan seputar masalah perikanan adalah Mas Bahrudin. Pagi buta ia telah meninggalkan desanya dan bekerja. Demi sesuap nasi ia rela meninggalkan desanya di Wilayah Pamotan Lasem untuk bekerja serabutan sebagai kuli angkut ikan. Ia pantang menjadi pengemis dan berusaha bekerja apa saja asalkan halal.
Dia pernah bekerja di kawasan Industri Pulau Gadung Jakarta beberapa tahun silam. Karena krisis moneter dan pengurangan besar-besaran jumlah karyawan pabrik tempat dia bekerja, akhirnya dia terkena PHK. Suatu pukulan telak baginya mengingat upah sebagai buruh yang biasa dia kirimkan ke keluarga di kampung halaman setiap bulan mulai saat ini sudah tidak dia dapatkan kembali. Berbagai usaha telah dia lakukan untuk menyambung hidup mulai dari tukang batu, menjual koran hingga menjadi pelayan warung tegal di bilangan Pulau Gadung. Namun upah yang dia terima tidak seberapa dan kerasnya hidup di Jakarta memutuskan ia pulang kampung ke Lasem.
Di desa ia mulai menata diri kembali. Tanah warisan dari orang tua yang tidak seberapa luasnya ia olah dan tanami dengan singkong, ubi jalar dan pepaya. Sambil menunggu panen ia menggelandang ke tempat pelelangan ikan dan bekerja serabutan menjadi buruh angkut ikan. Pendapatan yang tidak seberapa ini ia tabung dan sisihkan buat keluarga di rumah. "Aku sudah biasa hidup keras di Jakarta Mbak, jadi tidak kaget bekerja seperti ini lagi. Yang aku khawatirkan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas Asean dan China tahun 2010 ini akan banyak industri menengah yang gulung tikar. Akibatnya akan banyak terjadi lagi PHK masal seperti yang pernah aku alami saat di Jakarta dulu," katanya sambil menyeruput teh manis saat menemani kami berbincang di warung Soto depan Kantor Koperasi Unit Desa Sarana Mino. Lebih memprihatinkan lagi mudah-mudahan tidak banyak pengangguran di negeri kita ini.
Kalau kaum gelandangan di negara kita harus berjuang sendiri dengan cara mengemis dan meminta belas kasihan orang tidak demikian halnya dengan kaum gelandangan di negeri Matahari Terbit. Dampak krisis ekonomi berkepanjangan di Jepang mengakibatkan semakin banyak warga kehilangan pekerjaan dan sebagian menjadi gelandangan. Para gelandangan ini mendapat bantuan dari Organisasi Amal bernama Shinjuku Renkaru. Sekitar 430 gelandangan di Tokyo menerima bantuan makanan dan selimut tebal dari Organisasi Amal Shinjuku Renkaru Minggu 31/01/2010. Maklum saat ini Jepang sedang musim dingin. Para gelandangan antri selama beberapa jam untuk memperoleh nasi hangat yang dibagikan di dapur milik Shinjuku Renkaru.
Sebagian gelandangan mengatakan tahun 2009 dan awal 2010 merupakan masa yang paling sulit dalam kehidupannya. Jumlah gelandangan di Jepang sebenarnya turun dari 25.000 pada tahun 2003 menjadi 15.000 orang pada tahun 2009. Akan tetapi tipe orang orang yang menjadi gelandangan saat ini mengalami perubahan. Di masa lalu mayoritas gelandangan adalah orang tua, tetapi sekarang banyak warga usia muda dan produktif dalam kerja telah kehilangan pekerjaan yang menjadikan kaum muda ini memilih menjadi gelandangan.
Krisis ekonomi berkepanjangan dan lemahnya konsumsi dalam negeri menyebabkan semakin banyak warga kehilangan pekerjaan. Walau pun ekonomi Jepang telah mulai pulih dari resesi menyusul meningkatnya permintaan terhadap produksi Jepang di Asia, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan pemulihan ekonomi Jepang lebih lamban dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia.
Sumber Reuters: Homeless in Japan
0 komentar