Garut kota yang pernah saya kenal dan pertama kali saya kunjungi tahun 1980 tampaknya masih menyimpan kenangan indah sampai saat ini. Betapa tidak...kota yang dahulu kala disinggahi kereta api uap trayek Cikajang ke Cibatu pulang pergi ternyata mempunyai kerajinan kulit berskala UKM terbesar di Indonesia. Beragam produk kerajinan kulit bisa ditemui mulai dari jaket, dompet, sepatu, sandal hingga aksesori seperti tas wanita, topi dan sabuk.
Kunjungan ke Garut kali ini sekedar mampir dalam perjalanan dari Tasikmalaya. Wilayah Sukaregang di Garut tempat usaha penyamakan dan kerajinan kulit memang sudah terkenal namanya hingga mancanegara. Industri penyamakan kulit pun telah mendapatkan pasar lokal yang ditandai kehadiran wisatawan domestik. Mereka datang dan berbelanja untuk mendapatkan harga murah di tempat kerajinan dibuat. Seandainya mereka datang berbelanja ke toko di sepanjang jalan Sukaregang tentunya harga sedikit mahal mengingat harga sudah jatuh ke pedagang toko.
Menikmati pemandangan sebuah kota, menjelajahi sudut-sudut pasar tradisional dan menyaksikan upacara adat perkawinan Sunda tempo dulu di Cikajang Garut rasanya terulang kembali saat kaki ini melangkah masuk ke Hotel Herlina. Di sinilah dulu kami bermarkas saat melakukan liputan pembuatan ceritera akhir pekan televisi. Selama 3 minggu kerja perjalanan bolak balik ke lokasi shooting ke Cikajang Garut terasa tidak melelahkan mengingat pemandangan alam di kanan kiri jalan yang dilalui terhampar perkebunan teh, kol, jagung dan kebun bunga. Semuanya serba hijau menyejukkan mata. Terlebih lagi di tahun 1980 sarana transportasi masih minim. Hanya kereta uap saja yang menyinggahi Garut dalam perjalanan kembali dari Cikajang menuju Cibatu.
Di samping kerajinan kulit Garut juga mempunyai industri batik yang disebut Batik Garutan. Ciri khas batik ini terlihat antara lain bentuk geometrik mengarah diagonal, mengambil pola bentuk flora dan fauna. Warna cerah seperti krem, merah, hijau dan kuning mendominasi lembaran kain batik yang sudah jadi. Ini menandakan ritme pola batik Garut yang lain dengan pola batik pedalaman seperti Banyumas sudah menjadikan daya tarik tersendiri bagi pecinta Batik. Setiap pembeli yang datang ke sentra batik atau kerajinan kulit harus pandai-pandai menawar dan lebih menguntungkan jika Anda bisa berbahasa Sunda untuk mendapatkan harga miring alias murah bagi bagi kantong.
Garut pun mempunyai kerajinan tangan lain yang bisa dijadikan oleh-oleh. Kerajinan akar wangi dan sutra alam sedikit menyebut suvenir khas Garut di samping suvenir kerajinan kulit tadi. Kerajinan tangan ini pun sudah dikenal sejak masa kolonial Belanda dan terus bertahan hingga sekarang ini. Salah satu simbol nama yang cukup melekat bagi pecinta kuliner adalah Dodol Garut. Memang berkunjung ke suatu tempat tanpa membawa buah tangan, rasanya kurang lengkap. Garut pun punya beberapa simbol makanan berhubungan dengan nama kota. Salah satunya Dodol Garut itu sendiri yang sudah terkenal hingga sekarang ini.
Saat kendaraan yang sehat dengan reiki dan kerabat kerja tumpangi lewat depan Pengadilan Negeri Garut menuju Mesjid Besar Garut di siang hari yang mendung Rabu lalu, pikiran kembali melayang ke ruang sidang di tahun 1980. Suasana sidang tahun itu riuh sekali dengan pengunjung yang melihat jalannya sidang. Mereka ingin melihat jalannya sidang pembunuhan yang melibatkan wanita ayu di jamannya saat membunuh majikannya karena hendak diperkosa. Adegan shooting persidangan ini menjadi salah satu bagian ceritera akhir pekan televisi berjudul Pembelaan Garut juga dibintangi oleh Almarhum Didu, dikenal dalam serial televisi Keluarga Marlia Hardi. Sedangkan peran Pembela dimainkan Sultan Saladin, Dadi Jaya berperan sebagai Hakim dan Ani Kusuma memerankan polisi wanita. Peran terdakwa dimainkan oleh artis serba bisa Yatti Surahman yang pernah memerankan Sum Kuning dalam film bioskop besutan tahan 1979. Ceritera akhir pekan televisi dengan judul Pembelaan Garut lah yang menghadirkan memori kembali tentang Garut dengan Dodol Garutnya itu.
0 komentar