Penderita
penyakit jantung koroner kerap mengabaikan gejala serangan dan waktu
kritis penanganan awal yang tak boleh melampaui 6 jam. Akibatnya, banyak
pasien gagal tertangani dan tidak pulih dari serangan. Banyak pasien
mengalami serangan jantung terlambat tertangani karena ketidaktahuan
atau terlambat saat perjalanan menuju rumah sakit.
Hal
itu mengemuka dalam seminar Penyakit Jantung Bisa Diobati yang diadakan
di rumah sakit di kawasan Jakarta Timur, Minggu ( 2/6 ). Dalam seminar
hadir dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Muhammad Zaini dan
dokter spesialis bedah jantung Ronald Winardi Kartika. Zaini
mengatakan, dari pengalamannya banyak pasien mengalami serangan
jantung terlambat ditangani karena ketidaktahuan atau terlambat saat
perjalanan menuju rumah sakit.
Dr.
Zaini mengatakan, ciri khas serangan jantung yang umum dikenali adalah
nyeri di dada selama lebih dari 20 menit disertai keringat dingin dan
lemas. Untuk mengurangi risiko terkena serangan jantung, Zaini
mengatakan, perlu dilakukan modifikasi gaya hidup. Di antara cara
memodifikasi gaya hidup adalah, mengatasi stres dengan relaksasi,
berhenti merokok dan minum alkohol, mengonsumsi makanan sehat dan
berimbang, serta mempertahankan kebugaran dengan olahraga teratur.
Dr.
Ronald mengatakan, salah satu kunci utama melawan penyakit jantung
adalah mengenali gejala dini penyakit itu. Hal itu bisa dideteksi jika
penderita rutin melakukan pemeriksaan medis. " Banyak pasien yang
terlambat terdeteksi penyakitnya, " ujarnya.
Menurut
Ronald, penyakit jantung bisa ditangani dengan tiga cara, yaitu secara
medis ( obat-obatan ), intervensi koroner perkutan ( PCI/katerisasi )
dan operasi jantung pintas koroner ( CABG ). " Sebenarnya ada beberapa
terobosan baru dalam menangani penyakit jantung, tetapi masih taraf
penelitian, seperti pemanfaatan sel punca dan getaran, " katanya. Kini
diperkirakan ada 16,8 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit jantung
dimana separonya berusia produktif. ( ENG ).
Sumber Kompas : Lingkungan dan Kesehatan.
0 komentar