Begitu menerima tugas untuk membuat film dokumenter Kawah Ijen di Bondowoso, sehat dengan reiki lalu mengumpulkan bahan liputan dan menyiapkan shooting script sebagai acuan pengambilan gambar di lokasi shooting. Study kepustakaan bersama Mas Tuteng(alm)yang bertindak sebagai Pengarah Acara,saya mempersiapkan naskah liputan. Mass Suwito selaku Penata suara mempersiapkan Tape Recorder Sonny Portable sebagai pengganti Nagra untuk merekam suara berikut pita 1/4 inchi dan Mas Alfian sendiri sebagai Juru Kamera mempersiapkan Kamera Film 16 mm Arri SP. Adapun materi film yang digunakan Fuji dan Kodak ukuran 400 feet dan 100 feet.
Persiapan ini memang ribet sekali mengingat lokasi liputan berada di Pegunungan Ijen dan untuk mencapai ke lokasi memerlukan tim kerja yang tangguh sehingga perbekalan yang dibutuhkan sejak di Jakarta hingga Banyuwangi harus cukup mendukung kelancaraan liputan nantinya. Sementara Mas Hasyim Abubakar yang bertindak sebagai Penata lampu menyiapkan seperangkat lampu beserta bateray dan chargernya.Menunggu SPO ( Surat Perintah Operasional ) keluar saya memperbaiki shooting script dan menyusun rund down liputan.
Ada pun lokasi liputan berada di 2 Kabupaten yaitu Banyuwangi dan Bondowoso, diputuskan lebih dahulu membuat liputan di Markas Penambang Belerang di Tamansari Banyuwangi dan meliput kegiatan penambang belerang memasak belerang di pabrik ini. Setelah liputan ini selesai baru melangkah ke Ijen apakah akan lewat Banyuwangi atau Bondowoso.Tanggal 12 September 1989 sore dengan kereta api Bima kami berangkat ke Banyuwangi melalui Surabaya. Esok sore (13/9) sekitar jam 17.00 rombongan petualang ini tiba di Banyuwangi setelah menempuh jalan darat dari Stasiun Gubeng selama 10 jam melewati Jatiroto dan Jember.Perjalanan yang melelahkan namun mengesankan sebagai perjalanan petualangan.
Liputan gambar dibuat jumping scene.Pertama, liputan di areal penampungan belerang di Tamansari, Licin Banyuwangi selama 2 hari.Di areal pabrik pengolahan belerang ini, semua bongkahan belerang dari dasar Kawah Ijen diolah. Cara pengolahan belerang ini dengan cara membersihkan bongkahan belerang dari pasir yang menempel dan memasukkan bongkahan ke dalam kuali/wajan raksasa. Dipanasi dengan kompor minyak tanah bongkahan belerang satu persatu dimasukkan ke wajan. Setelah bongkahan belerang mencair jadilah adonan cairan belerang yang siap dituangkan ke wadah kecil berukuran 15cm x 10cm. Agar adonan cair dalam wadah ini segera membeku maka perlu dijemur di bawah sinar matahari. Penjemuran ini bisa berlangsung seharian tergantung cuaca di pabrik itu.
Di areal pabrik pengolahan belerang ini juga terdapat gudang tempat penyimpanan cetakan belerang yang sudah mengeras dan dibungkus dalam karung-karung plastik dan siap dipasarkan di antaranya ke Industri Farmasi dan Pabrik Gula. "Lho...kok pabrik gula? Untuk apa belerang itu di bawa ke pabrik Gula?" Mari sehat dengan reiki ajak ke Prajekan Bondowoso.
Liputan berikutnya mengunjungi Pabrik Gula Prajekan Bondowoso. Di Pabrik ini, belerang produksi Kawah Ijen dipakai untuk campuran pembuatan gula pasir. Prajekan Bondowoso tempat pabrik gula ini berada,berada di ruas jalan raya antara Situbondo ke arah Bondowoso. Lori-lori pengangkut tebu menumpahkan muatannya ke sebuah bak penampungan. Bak penampungan tebu lalu bergerak menuju mesin penggilingan.
Tebu lalu digiling sampai lumat berikut kulit dan sisa akar tebu yang menempel di batangnya. Hasil pelumatan batang tebu yang berton-ton beratnya ini berupa bubur cairan tebu yang berwarna hitam pekat. Melalui sistem jaringan kerja pengolahan tebu menjadi bubuk gula barulah cetakan-belerang Kawah Ijen ini dicampurkan ke bubur tebu yang sudah dilumatkan mesin penggiling dan membuat gula pasir menjadi putih keperakan laksana intan yang cemerlang tertimpa sinar matahari.
Sebelum nenuju kawasan Kawah Ijen rombongan bermalam di Bondowoso dan esok siangnya berangkat Ke Sempol, sebuah kawasan Perkebunan Teh yang mempunyai Villa peninggalan Amtenar Belanda dan mempunyai fasilitas kolam air panas belerang yang baik untuk kesehatan kulit manusia. Inilah route ke kawasan kawah Ijen beserta jarak km yang bisa ditempuh.
WISATA KAWAH IJEN
Kawasan Wisata Kawah Ijen terletak di tengah area cagar alam Kawah Ijen yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bondowoso Kecamatan Klobang dan Kecamatan Licin wilayah Kabupaten Banyuwangi. Kawah ini berupa danau berwarna hijau tosca yang berada di ketinggian 2.368 meter di atas permukaan laut. Kawah itu berdinding kaldera setinggi 300-500m.
Danau Ijen memiliki derajat keasaman nol, memiliki kedalaman 200 meter. Keasamannya cukup kuat untuk melarutkan pakaian dan jari manusia.
Kawah ini memiliki luas sekitar 5.466 hektar. Air kawah itu cukup tenang dan berwarna hijau kebiru-biruan. Pemandangan di sana terlihat begitu menakjubkan di pagi hari. Air kawah yang volumenya sekitar 200 juta meter kubik dengan panas mencapai 200 derajat celcius itu memancarkan kemilau hijau keemasan saat sinar mentari menerpa dari balik Gunung Merapi, saudara kembar Gunung Ijen.
Untuk mencapai Kawah Ijen dapat ditempuh dengan dua cara yaitu dari utara dan dari selatan.
a. Lewat jalan utara
Dari Situbondo menuju Sempol (Bondowoso) lewat Wonosari kemudian dilanjutkan ke Paltuding yang dapat dicapai dengan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat. Jarak Situbondo sampai Paltuding adalah 93 km dan kondisi jalan sampai Paltuding boleh dikatakan sangat bagus sehingga dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam.
b. Lewat jalan selatan
Dari Banyuwangi menuju Licin yang berjarak sekitar 15 km, yang dapat dilewati dengan kendaraan bermotor roda dua atau empat selama sekitar 30 menit. Dari Licin menuju Paltuding yang berjarak sekitar 18 km perjalanan dapat diteruskan dengan kendaraan bermotor terutama jenis jeep double gardan karena sekitar 6 km sebelum sampai di Paltuding melewati jalan yang dinamakan tanjakan erek-erek yang berupa belokan berbentuk S dan sekaligus menanjak, perjalanan memerlukan waktu sekitar satu jam, karena jalanan sering rusak oleh air hujan maupun dilewati truk pengangkut belerang setiap hari.
Di Perkebunan Teh Sempol sehat dengan reiki dan kerabat kerja bermalam.Dinginnya udara Perkebunan Teh Sempol membuat rombongan menggigil kedinginan.Ketukan palu besi yang dipukul Satpam Perkebunan Teh menandakan waktu menunjuk jam 12.00 malam, membangunkan kami dari peraduan.Rombongan berangkat ke Kawah Ijen menggunakan truk pengangkut daun teh. Jam 01.00 dinihari kami mulai berangkat menuju Pos Paltuding. Sebuah Pos persinggahan sebelum melanjutkan perjalanan mendaki punggung Gunung Ijen.
Tiba di Pos Paltuding kami mulai berbagi tugas. Menyewa porter penambang belerang yang hendak naik ke Ijen adalah salah satu cara meringankan beban bawaan peralatan shooting. Setelah tarip disepakati, kami menyewa jasa penambang belerang untuk mengangkut tripot kamera, box lampu film dan kabel. Sedangkan peralatan Kamera dan Tape Recorder Sonny kami bawa sendiri. Dengan menggunakan senter kami mulai merayap naik Ijen. Sungguh perjalanan yang melelahkan di tengah dinginnya udara Ijen dinihari itu.
Melalui jalan setapak di mana kanan dan kiri jalan ini menganga jurang dalam dan hanya dipagari pohon pinus dan cemara hutan, kami tiba di Pos Bunder menjelang Subuh. Pos Bunder disebut juga Pos Pengairan merupakan pos peristirahatan penambang belerang sebelum meneruskan pendakian ke bibir kawah Ijen.Pos Bunder merupakan tempat mencatat berat belerang yang dipikul penambang dari Kawah Ijen. Setelah bongkahan belerang ditimbang lalu dipikul turun gunung menuju Pos Pal Tuding. Di tempat ini juga disediakan warung yang menjual kebutuhan pokok pengunjung Kawah Ijen.
Pemandangan alam apa saja yang bisa dinikmati sepanjang perjalanan merayapi punggung Gunung Ijen?
Secara umum tipe hutan di kawasan Cagar Alam / Taman Wisata Alam Kawah Ijen dibagi menjadi 3 berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan air laut, yaitu hutan hujan pegunungan, hutan hujan pegunungan tinggi, dan hutan hujan Sub Alpin.
Hutan hujan pegunungan umumnya didominasi oleh pohon–pohon dari famili Hamammelidaceae, Fagaceae, Magnoliaceae, Ericaceae, serta Coniferae. Hutan hujan pegunungan dibagi menjadi hutan pegunungan basah dan hutan pegunungan kering, didominasi oleh Cemara gunung (Casuarina junghuhniana) yang sebarannya merata dan merupakan ciri khas dari tegakan dataran tinggi.
Potensi flora yang terdapat dalam kawasan Cagar Alam /Taman Wisata Alam Kawah Ijen yang telah teridentifikasi sebanyak 94 jenis, terdiri dari semak (29 jenis), rumput (24 jenis), herba (13 jenis), pohon (12 jenis), epifit (9 jenis), dan perdu (7 jenis). Semak didominasi oleh Euphatorium dan Eidelweiss yang tingginya mencapai 5 m.
Flora di Kawah Ijen.
1.Eidelweiss
Eidelweiss atau yang sering dikenal orang dengan nama bunga abadi merupakan tumbuhan khas CA/WTA Kawah Ijen. Eidelweiss merupakan tumbuhan perintis yang mampu hidup di daerah yang minim zat hara, bahkan di daerah yang pernah terbakar. Meskipun berada di puncak kawah, Eidelweiss tetap dapat berbunga. Ada empat jenis Eidelweiss yang ditemukan di CA/TWA Kawah Ijen, yaitu jenis Anaphalis javanica, A. Maxima, A. Viscida, dan Gnaphalium sp. Eidelweiss yang ditemukan di CA/TWA Kawah Ijen ini ada yang mencapai tinggi 5 meter dan keberadaannya terbatas disekitar kawah.
2.Cemara Gunung (Casuarina junghuhniana)
Merupakan tumbuhan asli di kawasan CA/TWA Kawah Ijen yang tumbuh didataran tinggi (1.800 – 2.700 mdpl) sehingga dikenal sebagai flora khas penciri Hutan Pegunungan. Diameternya bisa mencapai lebih dari 1 meter dengan ketinggian ± 40 meter. Pada musim kemarau terlihat seperti tidak berdaun (mozaik) dan mudah terbakar. Populasi terbanyak ditemukan di sekitar Banyupait, Cangkringan dan Widodaren.
3.Fasinium (Vaccinium varingiaefolium)
Dikenal juga dengan nama Sentigi Gunung/Delima Montak. Tanaman yang berupa pohon kecil yang berkayu keras ini biasa mendominasi Hutan Sub Alpin. Di kawasan CA/TWA Kawah Ijen hanya ditemukan pada ketinggian diatas 2.000 mdpl, yaitu disekitar Kawah Ijen. Bunganya kecil, berwarna ungu gelap, berbentuk seperti lonceng dan berbau seperti almond. Tangkai daun biasanya berwarna merah. Daun tua berwarna hijau, sedangkan daun muda ungu kemerahan
BELERANG KAWAH IJEN
Sedangkan produk belerang Kawah Ijen sendiri dikatagorikan menjadi:
a. Sublimat belerang.
Sublimat belerang merupakan produk Gunung Kawah Ijen yang sudah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dalam industri kimia. Belerang dihasilkan dari hasil sublimasi gas-gas belerang yang terdapat dalam asap solfatara yang bersuhu sekitar 200 °C. Kapasitas belerang rata-rata sekitar 8 ton/hari . Lapangan solfatara terletak di sebelah tenggara danau Kawah Ijen.
b. Sumber mata air panas.
Sumber mata air panas bertipe asam sulfat khlorida dengan suhu 70 °C dan pH sekitar 2, 6 terdapat didekat lapangan solfatara Ijen. Sedangkan air panas netral bertipe bikarbonat dengan suhu sekitar 45 ° terdapat di dalam kaldera Ijen sebelah utara yaitu di Blawan, Kabupaten Bondowoso
c. Air Danau Kawah Ijen
Danau Kawah Ijen merupakan reaktor multi komponen yang didalamnya terjadi berbagai proses baik fisika maupun kimia antara lain pelepasan gas magmatik, pelarutan batuan, pengendapan, pembentukan material baru dan pelarutan kembali zat-zat yang sudah terbentuk sehingga menghasilkan air danau yang sangat asam dan mengandung bahan terlarut dengan konsentrasi sangat tinggi. Air danau kawah Ijen dapat dibuat gipsum dengan cara menambahkan kapur tohor kedalamnya. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di BPPTK tiap 1 liter air kawah Ijen yang direksikan dengan kapur tohor secara stokiometri menghasilkan 100 gram gipsum.
d. Lapangan Gipsum/anhidrit
Pembentukan gipsum/anhidrit terjadi di bawah dam Kawah Ijen yaitu di hulu Kali Banyupait. Air danau kawah yang mengandung sulfat dengan konsentrasi tinggi merembes dan atau melewati batuan sehingga terbentuk gipsum. Batuan disini berfungsi sebagai sumber kalsium. Dengan adanya proses penguapan/pemanasan di permukaan gipsum yang terjadi dapat kehilangan airnya sehingga membentuk anhidrit.
e. Batuan vulkanik terutama batu apung
Batu apung banyak ditemukan disekitar danau kawah Ijen terutama di hulu Kali Banyupait.
f. Objek Wisata dan studi vulkanologi
Gunung Danau Kawah Ijen selain menarik dijadikan sebagai objek wisata juga sangat menarik untuk studi geologi dan geokimia
Gunung Kawah Ijen merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Jawa Timur yang selalu ramai dikunjungi baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Alam pegunungan yang indah dan sejuk sering mereka nikmati mulai dengan cara berkemah di Paltuding. Dengan ditemuinya ayam hutan disepanjang jalan aspal menunjukkan bahwa keasrian gunung dan hutan masih terawat dengan baik.
Di Puncak Gunung Ijen terdapat danau kawah dengan airnya yang berwarna hijau toska dan ber-pH sangat asam. Di sebelah tenggara danau terdapat lapangan solfatara yang merupakan dinding danau Kawah Ijen dan di bagian barat terdapat Dam Kawah Ijen yang merupakan hulu dari Kali Banyupait.
Lapangan solfatara Gunung Kawah Ijen yang selalu melepaskan gas vulkanik dengan konsentrasi sulfur yang tinggi dan bau gas yang kadang menyengat dan mengiritasi saluran pernafasan ini merupakan objek wisata yang tak pernah terlewatkan untuk didatangi, bahkan tempat ini disiang hari tak pernah sepi karena selalu terdapat penambang belerang yang mengambil dan mengangkut/memikul sublimat belerang sampai di Paltuding.
Dam Kawah Ijen merupakan bagian dari objek wisata menarik tetapi tidak selalu dikunjungi oleh wisatawan dikarenakan antara lain pencapaiannya yang sulit disebabkan jalan menuju kesana sering rusak karena terjadi longsor. Dam Kawah Ijen adalah bangunan beton yang dibangun sejak jaman penjajahan Belanda dan dimaksudkan untuk mengatur level air danau agar tidak menyebabkan banjir air asam. Tetapi bendungan ini sekarang tidak berfungsi karena air tidak pernah mencapai pintu air disebabkan terjadinya rembesan/bocoran air danau di bawah dam.
Terjadinya rembesan yang terus menerus ini mengakibatkan terjadi proses pembentukan gypsum dari hasil reaksi sulfat yang terkandung dalam air danau dengan senyawa Kalsium baik dari air tersebut maupun dengan Kalsium dari batuan yang dilewati dan proses penguapan yang juga mempercepat pembentukannya. Lapangan Gipsum dapat menjadi salah satu objek wisata yang menarik bila dikelola secara professional.
Fajar telah menyingsing di ufuk timur. Dengan sinar mentari yang lembut menerpa kawasan taman nasional Gunung Ijen tibalah kami di Puncak Ijen. Menatap bibir kawah bersama rombongan penambang belerang, sehat dengan reiki mulai turun merayapi dinding kawah.Mas Alfian selaku juru kamera mulai mengarahkan angle kameranya ke rombongan penambang yang turun merayapi dinding kawah yang terjal.
Untuk keperluan editing film ini kamera mengarah ke seluruh angle dinding-dinding kawah berikut kaldera batu cadasnya yang tegak berdiri di atas air danau kawah Ijen. Format gambar Long shot-Medium Shot- Bird Eyes View, Close Up wajah penambang mewarnai adegan ini.Silih berganti penambang yang turun ke dasar kawah dan penambang yang naik merayap dinding kaldera kita shot sebanyak-banyaknya."Mumpung cuaca cerah dan matahari baru naik kita manfaatkan moment ini," kata si Mas kameramen ini.
Mas Suwito sendiri bersama Bapak Soepomo,Ka Humas Pemda Tk. II Bondowoso ternyata telah dampai di dasar kawah dan merekam suara aktifitas penambangan belerang di pagi itu. Bunyi dentingan linggis memecah bongkahan belerang kami dengarkan melalui pesawat HT yang kami bawa. Bunyi serokan sekop dan ketukan palu memecahkan bongkahan belerang bertalu-talu terdengar suaranya memantul di dinding kawah. Dengan iringan dentingan suara palu itulah perjalanan turun ke dasar kawah dimulai.
Untuk melengkapi stok-shot di editing nanti, kami bergantian mengambil gambar penambang belerang yang turun merayap. Ukuran gambar Close Up (CU) kaki penambang yang merayap di dinding kaldera kawah, ekspresi wajah penambang yang memikul belerang dalam perjalanan naik dinding kaldera kawah kami ambil juga gambarnya. Silih berganti rombongan penambang yang turun dan naik dinding kaldera kawah mewarnai adegan ini. Bunyi derit pikulan yang dipanggul penambang juga sudah direkam suaranya oleh Mas Soewito.
Ketika melewati cekungan dinding batu menjelang dasar kawah, Mas Hasyim mengarahkan sorot lampunya ke Pak Warno, seorang penambang yang kita sewa sebagai guide sekaligus talent (pemain film). Wajah Pak Warno yang hitam legam dengan tonjolan punuk di punggung kanannya kita wawancara. Beliau berasal dari Desa Taman Sari dan sudah menambang belerang selama 5 tahun. "Kulo sampun mpikul lirang muniko gangsal tahun. Namung saged mbeto 80 Kg. Upahipun per kilo Rp. 300,-. Sedinten puniko kulo angsal upah Rp. 24.000,-",katanya lirih dalam wawancara ini. ( Saya sudah bekerja memikul belerang ini 5 tahun. Saya hanya sanggup memikul 80 kg saja. Upah 1 kg Rp. 300,-. Dalam 1 hari kerja menerima upah Rp. 24.000,- )
Wawancara juga dilakukan dengan penambang lain dengan background air Kawah Ijen yang berwarna Hijau Lumut. Bapak Samsuri nama penambang ini mengingatkan kita agar jangan sekali-kali mencelupkan jari tangan atau pakaian kita ke air asam belerang kawah itu. "Jari tangan bisa melepuh dan terbakar, mengingat suhu air kawah itu 200 derajat Celcius." katanya. Wawancara berlangsung dengan tiupan angin kencang yang mengarahkan uap belerang kewajah kita. Semua terbatuk-batuk karena mencium bau belerang yang menempel di baju. Adegan penambangan belerang Kawah Ijen kita shoot sebanyak-banyaknya kendatipun arah angin tidak menentu datangnya.Di areal dasar kawah ini bau belerang sangat menyengat dan menyesakkan dada untuk bernafas.
Di dasar kawah Ijen ini puluhan penambang bekerja. Mereka adalah pahlawan keluarga dalam arti sesungguhnya. Mereka berjuang mengais rejeki dari perut kawah gunung Ijen. Dentingan palu godam, linggis, serokan sekop memecah bongkahan belerang adalah atmosfir kehidupan sehari-hari mereka. Mereka akrab dengan alam ini dan masih banyak Pak Warno-Warno lain yang pagi hingga siang itu menangguk rejeki dari kemurahan alam Kawah Gunung Ijen. Mereka tidak mengeluh karena sadar bahwa Belerang Kawah Ijen ini adalah sumber periuk dia dan keluarganya.
Dalam perjalanan turun gunung rombongan penambang belerang berhenti di Pos Pengairan Bunder. Pos pertama tempat pikulan belerang di timbang. Di sini pula adegan penimbanan belerang diambil gambarnya. Close Up wajah penambang, CU deretan angka di meter timbangan dan CU secarik kertas yang berisi catatan berat belerang yang dipikul diberikan kepada para penambang. Selesai men-shoot adegan penimbangan belerang, kami mengajak makan siang bersama bapak penambang. Menikmati sepiring mie rebus,nasi bungkus dan roti yang kita borong di warung Pos Bunder ini, air mineral dalam kardus pun dibagikan.Di bawah teduhnya pohon pinus dan cemara hutan kami makan siang bersama. Sungguh kebersamaan yang bersahaja di siang hari itu.
Sambil menikmati semilirnya angin yang berhembus di sela-sela pohon pinus, kami mengemasi peralatan shooting. Saat itu pula Petugas Penimbangan Belerang membagikan selembar kertas berisi catatan berat belerang yang ditambang satu persatu kepada penambang. Lembar catatan berat belerang inilah yang dijadikan bukti pembayaran upah kepada penambang di Desa Taman Sari tempat pengolahan belerang Kawah Ijen berada.
Sekalipun upah yang diterimanya tidak seberapa bila dibanding resiko yang dihadapi dengan merayap, mendaki, menurun, memecah belerang, mengangkut belerang merayapi naik dinding kaldera kawah dan memikul belerang seberat 80-100 Kg pulang ke Taman Sari, mereka tetap bersahaja, gembira dan terus guyonan dalam perjalanan menuruni Kawah Ijen. Sambil uro-uro gending Osing Banyuwangi rombongan penambang belerang ini menyanyikan lagu itu. Sayang sehat dengan reiki tidak paham arti gending uro-uro itu. Apakah uro-uro berisi getirnya hidup ini karena harus kerja keras, hanya Pak Warno dan Pak Samsuri saja yang tahu.
Akhirnya di Paltuding inilah kami berpisah. Setelah membayar honor main film kepada rombongan bapak penambang ini,mereka pamitan.Di pos inilah tadi malam kita bertemu, membuat janjian liputan, menjadi nara sumber sekaligus talent (pemain film) dan sama-sama menjejakkan kaki di dasar Kawah Condrodimuko Gunung Ijen. Pelan-pelan rombongan Pak Warno dan teman-teman penambang menghilang dari pandangan kami.
Mereka bergerak pulang berjalan kaki ke Taman Sari Banyuwangi sambil memikul belerang di punggungnya. Ada yang beratnya 70 kg hingga yang terberat 1 kwintal. "Selamat jalan Pak Warno, Pak Samsuri dan Bapak lainnya....sampaikan salam kami untuk keluarga di rumah."
Sumber : edited dari:
- Photo by Hendra W Saputro dan Solihin.
- Brosur “Cagar Alam / Taman Wisata, Kawah Ijen” Balai Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.
- Mulyadi E. Dan Wahyudin D. 1998, G. Ijen, Sejarah kegiatan, potensi bahaya dan wisata gunung api, Direktorat Vulkanologi, Bandung.
- Sutaningsih, N. E. dkk , 2001, “Penyelidikan Pengaruh Unsur Vulkanik G. Ijen, (Penyelidikan Kimia Gas dan Survey Kependudukan Awal DI Gunung Ijen)”, Laporan Proyek, BPPTK, Yogyakarta
-Film dokumenter Wisata Kawah Ijen produksi TVRI Jakarta 1989
-http://www.info-wisatalam.blogspot.com/
aku terakhir mendaki ke ijen itu waktu masih SMA dulu..ah jadi kangen pengen ke sana lagi...
Liputan Kawah Ijen saya lakukan dua kali. Pertama tahun 1989 dan yang kedua di tahun 1992. Perjalanan ke Kawah Ijen merupakan perjalanan yang penuh tantangan bagi kita orang kota. Tapi bagi penambang belerang perjalanan naik Ijen, lalu turun ke dasar kawah, menambang belerang, memikul dan naik lagi merayap dinding kaldera Kawah Ijen merupakan perjuangan untuk mengais rejeki dari Tuhan melalui alam ciptaan-NYa berupa belerang. Di sinilah mereka berjuang, jihad dalam arti sebenarnya memberi nafkah kepada keluarganya yang jauh ditingal nun di bawah sana,di Desa Tamansari dan sekitarnya Kecamatan Licin Banyuwangi.
Saya masih satu kali ke "Kawah Ijen".
Disana disamping ada pemandangan alam yang indah juga ada pemandangan yang mengetuk hati ini, yaitu penambah belerang. Apapun profesi mereka yang jelas memberikan manfaat yang sangat besar untuk orang yang membutuhkan.
Mantabs deh postingnya detail bagets.
Asyik banget tuh..:)
Kenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang
Besok saya ke sna, ^^
Http://enyakenyak.blogspot.com