Sebelum belajar tradisi Reiki G'Tummo di tahun 2003, hidup sehat dengan reiki pernah belajar dan mempraktekkan silat bela diri tangan kosong Merpati Putih dari tahun 1993 hingga 1997. Adapun Pencak Silat Merpati Putih dalam setiap kali latihan selalu menggunakan pernafasan sebagai modal mengolah energi ke dalam tubuh murid-muridnya dari tingkat dasar 1 hingga khusus. Dengan posisi seluruh anggota tubuh kejang, menahan nafas dan konsentrasi maka latihan pun dimulai dengan postur tubuh mengikuti gerakan semacam yoga. Ada baiknya kita mengenal Merpati Putih dari sejarah perguruannya.
Perguruan pencak silat bela diri tangan kosong Merpati Putih atau lebih populer dengan sebutan PPS BETAKO MERPATI PUTIH, merupakan warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia, yang dikembangkan sekaligus diturunkan langsung dari Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susunan Pangeran Pabu Amangkurat Hingkang Jumeneng Ing Kartosuro.
Ilmu silat tradisional ini diwariskan turun temurun kepada generasinya di mana pada generasi ketiga ilmu bela diri ini dikuasai oleh R.A Djojoredjoso yang sempat mendirikan padepokan sendiri. Patut diketahui beliau inilah yang telah membuat jalan Margoyoso serta sekaligus menjadi Demang di sana. Perguruan yang didirikan oleh R.A Djojorejoso dalam gerak pelaksanaannya dilakukan oleh ketiga orang putranya, yaitu Gagak Handoko, Gagak Samudra dan Gagak Seto yang dalam pengembaraannya menyebar ke pelosok Tanah Air Indonesia dan luar negeri.
Gagak Handoko mendirikan perguruan di sekitar kawasan Bagelen dan akhirnya perguruan itu hijrah hingga daerah bagian utara Pulau Jawa. Sedangkan Gagak Samudra mendirikan perguruannya di sekitar Gunung Jeruk, tepatnya di kawasan Pegunungan Menoreh. Begitu pula terhadap Gagak Seto mendirikan perguruannya di sekitar Magelang Jawa Tengah. Bila ditilik dari silsilahnya perguruan silat Merpati Putih yang berkembang saat ini adalah merupakan turunan langsung dari garis keturunan Gagak Handoko.
Patut diingat beliau sempat melakukan pengembaraan yang cukup panjang sebagai upaya untuk mencari kedua sanak saudaranya yang gencar melakukan pengembaraan di seluruh penjuru Tanah Air Indonesia. Di dalam pengembaraannya Gagak Handoko mengunakan nama samaran yaitu Ki Bagus Karto. Hal ini dimaksudkan agar tidak mudah dikenal oleh khalayak ramai. Sayang dalam mencari upaya menemukan saudaranya tidak menghasilkan titik terang dan akhirnya Sang Pendekar kembali ke padepokannya guna mengembangkan ilmu silatnya sendiri.
Mengingat faktor usia yang telah lanjut, maka beliau memberi mandat kepada R.A Rekso Widjojo untuk melanjutkan tugas suci dalam mengembangkan perguruannya. Pada akhir hayatnya Sang Maha Guru Wafat yang kemudian dimakamkan di Gunung Jeruk. Di bawah kepemimpinan R.M Rekso Widjojo perguruan yang didirikan oleh Gagak Handoko mengalami kemunduran.
Setelah menyadari keadaan tersebut, maka ia menyerahkan tongkat kepemimpinannya kepada seorang keturunannya, yakni R. Bongsodjojo yang tinggal di kawasan Ngulakan Wates. Pada hakekatnya RM. Rekso Widjojo sendiri selalu mengikuti jejak ayahnya untuk mencari kesempurnaan hidup baginya di wilayah Gunung Jeruk.
Nampaknya Perguruan Pencak Silat yang dipimpin oleh R.Bongso Djojo pun tidak berkembang pesat sehingga mengalami kemunduran sampai pada masa kepemimpinan RM Wongso Widjojo. Dalam era kepemimpinan RM Wongso Widjojo perwaris kepemimpinan dalam perguruan tidak berlanjut. Mengingat beliau tidak mempunyai keturunan maka untuk meneruskan kepemimpinan , ia menunjuk 3 orang yang masih terhitung cucunya, yaitu R.Siswopranoto, Sarengat dan Saring Siswo Hadipoernomo untuk menjadi muridnya.
Dari ketiga cucunya ini yang paling tekun dan bersungguh-sungguh mendalami ilmu bela diri ini adalah R.Saring Hadi Poernomo. Pengembangan ilmu yang diwariskan padanya ternyata cukup menggembirakan. Itu lantaran beliau sendiri yang menganggap ajaran perguruan yang diwarisinya kurang lengkap, maka ia berusaha melengkapinya dengan mencari ajaran Gagak Seto dan Gagak Samudra untuk kemudian digabungkan dengan ilmu yang telah dimilikinya.
Raden Saring ternyata berhasil melalui pengembangan yang dilakukannya yang kemudian diturunkan langsung kepada kedua anak lelakinya yaitu Poerwoto dan Budi Santoso. Kedua putranya inilah yang mendapat gemblengan keras hinggga menguasai benar ilmu ajaran ayahnya itu. Pada tahun 1962 Raden Saring mengamanahkan kepada kedua anak lelakinya untuk mengembangkan ilmu mereka untuk kepentingan masyarakat luas. Mereka diminta menyebarkan dan meluaskan ilmu yang semula milik keluarga itu.
Berkat usaha keras kedua putra pewaris ilmu keluarga itu, maka pada tahun 1963 berdirilah Perguruan Merpati Putih yang merupakan kepanjangan dari MERSUDI-PATITI-SING-TINDAK PUSAKANE TITISING HENING dengan arti harafiahnya: mencari sampai mendapat tindak yang benar dalam keheningan. Merpati putih konon memiliki semboyan yang patut diteladani oleh setiap para anggotanya, yakni SUMBANGSIHKU TAK BERHARGA, NAMUN KEIKHLASANKU NYATA.
Sumber bacaan: hasil tatap muka dengan Mas Poeng di Malam Kenaikan Tingkat 22/1/1994 di Cibubur Jakarta Timur dan Majalah Intern Merpati Putih nomer 01/I/april 1991 (sudah di edit) dan gambar Latihan Merpati Putih Kolat Unibraw Malang Jawa Timur.
Hidup Merpati Putih..........!!!!
wah ada orang senior kolat ub nih, saya juga kolat ub mas..
mas boleh info ada kolat yg di solo gak ya ?
Cara Mempercepat Internet Smartfren Kalau Sedang
Lemot (Internet Lambat)
http://goo.gl/emrg7